farma

farma
farma

Minggu, 12 Februari 2012

PERKEMBANGAN DAN PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE

Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata “klinik”menunjukkan adanya keterlibatan kepentingan pasien (patient oriented), sehingga seorang apoteker dikatakan menjalankan praktik farmasi klinik jika ia dalam memberikan pelayanan farmasi mengambil tanggung jawab dalam upaya tercapainya hasil terapi yang optimal bagi pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990-an dikenal dengan istilah Pharmaceutical Care. Implementasi Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas, pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan pasien dan keluarga saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan obat.
PHARMACEUTICAL CARE
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa tujuan akhir dari Pharmaceutical Care adalah meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencapaian hasil terapi yang diinginkan secara optimal. Hasil terapi yang diinginkan dapat berupa :
- sembuh dari penyakit
- hilangnya gejala penyakit
- diperlambatnya proses penyakit
- pencegahan terhadap suatu penyakit.
Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko untuk mengalami kejadian yang tidak diinginkan baik yang potensial maupun secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan, oleh sebab itu peran utama apoteker dalam Pharmaceutical Care adalah :
  1. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP =
Drug Related Problem) baik yang potensial maupun nyata.
2. Mengatasi DRP yang nyata
3. Mencegah DRP yang potensial
Adapun masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dapat digolongkan sebagai berikut:1
1. Indikasi
Pasien mempunyai gangguan kesehatan yang memerlukan obat, tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.
2. Pemilihan obat tidak tepat
3. Dosis terlalu rendah
4. Dosis terlalu tinggi
5. Pasien tidak mendapatkan obat karena suatu sebab (psikososial, ekonomi, human error)
6. Efek samping obat
7. Interaksi obat-obat , obat-makanan atau obat-uji laboratorium
8. Obat belum terbukti secara ilmiah efektif
PENERAPAN PHARMACEUTICAL CARE

Dalam praktik sehari-hari, ada banyak cara untuk mengimplementasikan Pharmaceutical Care, yaitu melalui bentuk pelayanan farmasi klinik yang secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat umum :
- Pengambilan sejarah pengobatan pasien (Medication History-taking)
- Konsultasi penggunaan obat yang rasional bagi tenaga kesehatan lain maupun pasien
- Pemantauan penggunaan obat
- Partisipasi aktif dalam program monitoring efek samping obat, KFT, infeksi nosokomial, dan lain-lain.
B. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat khusus :
- Informasi Obat
- Konseling
- Nutrisi Parenteral Total (TPN = Total Parenteral Nutrition)
- Pencampuran obat suntik (IV admixture)
- Penanganan obat sitotoksik
- Pemantauan kadar obat dalam darah (TDM =Therapeutic Drug Monitoring)
C. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat spesialistik farmakoterapi :
Penyakit Dalam, Bedah, Pediatri, Geriatri, Kardiovaskuler, dan lain-lain.
Berikut ini diuraikan satu contoh penerapan pharmaceutical care yang dilakukan untuk pasien usia lanjut:

Memberikan pelayanan farmasi untuk pasien usia lanjut merupakan tantangan tersendiri. Pasien usia lanjut memiliki karakteristik yang berbeda dengan pasien usia dewasa yang lebih muda. Umumnya pasien usia lanjut mempunyai banyak masalah kesehatan yang bersifat kronik dan mendapat banyak jenis obat. Survei yang pernah dilakukan di Klinik Geriatri RS Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-rata pasien usia lanjut menderita 4 macam penyakit dan mendapatkan 6 jenis obat. Penggunaan obat pada pasien usia lanjut memerlukan perhatian khusus karena adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses penuaan. Risiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (adverse drug reactions) dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya rejimen pengobatan membuat pasien usia lanjut, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap rejimen pengobatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien usia lanjut sangat potensial untuk memperburuk status kesehatannya.
Pharmaceutical care untuk pasien usia lanjut pada dasarnya sama dengan yang untuk pasien golongan usia lain. Namun demikian, pengetahuan farmakoterapi pada pasien usia lanjut dan keterampilan berkomunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya perlu dikuasai dengan baik oleh apoteker yang akan memberikan pelayanan untuk pasien usia lanjut. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:2,3
  • Telaah rejimen obat (medication review)
  • Penyiapan obat (dispensing)
  • Pemberian informasi dan edukasi
  • Pemantauan penggunaan obat

Telaah rejimen obat (medication review)
Telaah rejimen obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan kepatuhan pasien dapat dievaluasi.
Pada situasi dimana waktu apoteker terbatas untuk melakukan telaah rejimen obat pada semua pasien, maka kriteria pasien yang mendapat prioritas adalah: pasien dengan >5 obat, rejimen obat kompleks, obat dengan indeks terapi sempit, pasien mengalami efek samping obat yang serius, menderita >3 penyakit, mengalami gangguan kognitif, tidak mempunyai care-giver, tidak patuh, akan pulang dari perawatan di rumah sakit dan berobat pada banyak dokter.
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam telaah rejimen obat adalah melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien. Dari kegiatan ini dapat diketahui obat-obat (obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang digunakan pasien sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat, bagaimana tingkat kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek samping obat yang dialami pasien. Seringkali pasien/keluarganya tidak mengetahui atau lupa nama obat yang pernah dan sedang digunakannya, sehingga ada baiknya meminta mereka untuk membawa serta obat-obat yang masih tersisa dan memperlihatkannya kepada kita. Kesulitan lain adalah pada saat pasien ditanya tentang efek yang dirasakan selama menggunakan obat, dimana kadang pasien tidak dapat mengungkapkan dengan jelas apa yang dirasakannya. Pasien/keluarga perlu dipandu dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya efek samping obat, contoh: pada pasien yang mendapatkan kodein untuk menghilangkan nyeri, perlu ditanyakan apakah beliau mengalami kesulitan untuk buang air besar. Informasi yang didapat dari mereka harus dicek silang dengan data/informasi dari sumber lain (rekam medik, catatan pemberian obat, keterangan dokter dan perawat).
Obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh pasien -misalnya karena sudah dihentikan oleh dokter, adanya duplikasi atau obat sudah kadaluarsa- harus dipisahkan dan pasien/keluarga diberitahu mengenai hal ini. Jika teridentifikasi adanya ketidakpatuhan dalam menggunakan obat, maka apoteker perlu mencaritahu apa penyebab ketidakpatuhannya, apakah karena masalah ekonomi, ketidakyakinan akan khasiat obat, lupa, bosan, gejala penyakit sudah hilang, adanya efek samping, takut ketergantungan, rasa obat yang tidak enak, adanya keterbatasan kemampuan fisik, gangguan kesehatan jiwa, atau kurangnya pemahaman tentang penyakit dan obat yang digunakannya. Sebaiknya dokter maupun apoteker melibatkan pasien/keluarga dalam proses pengambilan keputusan tentang terapi yang akan dijalankan setelah mereka diberi informasi yang benar dan sejelas-jelasnya. Dengan demikian, diharapkan pasien/keluarga akan lebih bertanggungawab atas keputusan yang telah disepakati dan mematuhi rejimen pengobatan.
Pada saat melakukan telaah terhadap obat-obat yang baru diresepkan dokter, apoteker perlu meneliti apakah ada masalah terkait obat, misalnya: indikasi obat tidak jelas atau sebaliknya -kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak diberikan obat, pilihan obat tidak tepat, rejimen tidak tepat (rute, dosis, interval pemberian, durasi) dan interaksi obat. Fenomena prescribing cascade sering terjadi dimana pasien diberikan suatu obat untuk mengatasi efek merugikan dari obat lain. Banyaknya gejala klinik yang ditunjukkan pasien usia lanjut sering menyulitkan dokter untuk menentukan prioritas terapi yang tepat. Untuk itu perlu dibuat kerangka masalah yang menggambarkan keterkaitan antar gejala atau kondisi klinik, sehingga dapat terlihat mana yang menjadi akar permasalahannya, dengan demikian penanganan terapi menjadi terarah. Jika masalah utama dapat diatasi, maka diharapkan gejala-gejala lain yang merupakan akibat dari masalah utama tersebut dengan sendirinya juga akan teratasi, sehingga tidak perlu polifarmasi. Apoteker hendaknya mendiskusikan temuan masalah dengan dokter.

PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT

PERAN DAN FUNGSI APOTEKER DI APOTEK DAN RUMAH SAKIT

1. MENURUT UNDANG – UNDANG
Yang dari peraturan perundang-undangan adalah terdapat pada :
1. Reglement DVG.
2. Ordonansi Obat Keras (Stbl No 419 Th 1949).
3. Undang – undang No 23 Th 1992 tentang Kesehatan.
4. Undang – undang No 22 Th 1997 tentang Narkotika.
5. Undang – undang No 5 Th 1997 tentang Psikotropika.
6. Permenkes No 922 / 1993.
7. SK. Menkes No 1332/2002 tentang perubahan Permenkes No 922/93.
8. SK. Menkes No 347/1990 dan No 924/1993 tentang DOWA.
9. Peraturan Pemerintah No 20 Th 1962 tentang Sumpah Apoteker.
10. SK. Menkes No 1027/ Menkes/ SK/ IX/ 2004 tentang Standart Pelayanan di Apotik.
Dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 telah diatur tentang peranan profesi apoteker, yakni pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengem- bangan obat dan obat tradisional.
Keharusan apoteker berada pada sepanjang jam buka apotek telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Dalam Pasal 4 ayat (1) dinyatakan bahwa pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dinyatakan bahwa orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser dari obat ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care.
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan seperti dimaksud pada Keputusan Menteri Kesehatan 1332/MenKes/SK/X/2002 (Pasal 19 ayat 1) yang menyatakan bahwa apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.

Dari peraturan perundang-undangan tersebut Peran dan Fungsi Apoteker di Apotik yang melayani langsung pasien adalah sebagai :
- PELAYAN
- MANAJER


Sebagai Pelayan adalah :
1. Membaca resep dengan teliti, meracik obat dengan cepat, membungkus dan menempatkan obat dalam wadah / bungkus yang cocok dan memeriksa serta memberi etiket dengan teliti.
2. Memberikan informasi / konsultasi tentang obat kepada pasien, tenaga kesehatan masyarakat.
Sebagai Manajer adalah :
- Menyusun prosedur tetap.
- Mengelola obat, sumber daya manusia, peralatan dan uang di Apotik.

Sebagai Pelayan sesuai dengan standar pelayanan yang sudah ditetapkan adalah :
1. Melayani resep dan non resep.
2. Promosi dan edukasi.
3. Pelayanan residensial ( home care ).

1. Sebagai Pelayan Resep melakukan :
a. Skrining / pembacaan resep, melakukan :
- Pemeriksaan persyaratan administrative resep :
a. Nama dokter, alamat, SIP.
b. Tanggal penulisan
c. Paraf / tanda tangan.
d. Nama pasien, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan.
e. Signa ( cara pakai ) yang jelas.
f. Informasi lainnya.
- Kesesuaian farmasetik :
a. Bentuk sediaan.
b. Dosis.
c. Potensi.
d. Stabilitas.
e. Inkomptabilitas.
f. Cara dan lama pemberian.
- Pertimbangan klinis :
a. Alergi.
b. Efek samping.
c. Interaksi.
b. Penyiapan obat ( buat protap – protap )
- Peracikan ( hitung, sediakan, campur, kemas, label )
- Penyerahan obat.
- Pemberian informasi dan konseling.
- Monitoring penggunaan obat ( penyakit CVS, DM, TBC ).
2. Sebagai tenaga Promosi dan Edukasi, melakukan :
a. Swa medikasi ( dengan medication record ).
b. Penyebaran brosur, poster tentang kesehatan.


3. Sebagai tenaga Pelayanan Residensi ( home care ) :
Untuk penyakit kronis ( dengan medication record ).

Sebagai manajer :
- Mengelola sumber daya ( resources ) di Apotik secara efektif dan efisien.
- Membuat prosedur tetap untuk masing – masing pelayanan.

Peran dan Fungsi Apoteker di Rumah Sakit
Apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam mendampingi, memberikan konseling, membantu penderita mencegah dan mengendalikan komplikasi yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat, menyesuaikan regimen dan dosis obat yang harus dikonsumsi penderita merupakan tugas profesi kefarmasian.
Apoteker juga harus melaksanakan fungsinya sebagai :
 Clinical Pharmacist, harus mendampingi para dokter sebagai sumber informasi mengenai perkembangan baru dalam bidang obat
 harus menjadi counterpart dalam bidang pengobatan dan mengawasi supaya pengobatan yang dilakukan para dokter tetap rasional.
Dan memonitor efek samping yang timbul karena pengobatan
Fungsi pokok apoteker di apotik rumah sakit menurut ASHP (American Society of Hospital Pharmacist) adalah sebagai berikut :
a. Membuat dan mensterilisasi obat injeksi bilamana dibuat di Rumah Sakit
b. Membuat obat yang sederhana
c. Memberikan (dispensing) obat, bahan kimia dan preparat farmasi
d. Mengisi dan memberikan etiket pada semua container yang berisi obat dan diberikan kepada pasien maupun bagian Rumah Sakit
e. Mengawasi semua pharmaceutical supplies yang dikirimkan dan dipergunakan di berbagai bagian Rumah Sakit.
f. Menyediakan persediaan antidot dan lain-lain obat untuk keadaan darurat
g. Mengawasi pengeluaran obat narkotika dan alkohol dan membuat daftar inventory
h. Membuat spesifikasi (kualitas dan sumber) dari pembelian semua obat, bahan kimia, antibiotika, biological dan preparat-preparat yang dipakai dalam pengobatan pasien di Rumah Sakit
i. Memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru berbagai obat kepada para dokter, perawat dan lain-lain orang yang berkepentingan
j. Membantu mengajar para mahasiswa kedokteran dan perawat pada program koasisten fakultas kedokteran/perawat
k. Melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil oleh panitia Pharmacy and Therapeutic


2. KENYATAAN YANG ADA DI LAPANGAN
Di Indonesia, kenyataan menunjukkan bahwa apoteker sebagai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat belum melaksanakan dengan baik, bahkan dapat disebut kesenjangan ini terlalu lebar. Berdasarkan hasil wawancara di 19 apotek di Jawa beberapa waktu lalu, terungkap bahwa sekitar 50 persen pengunjung belum pernah bertemu dengan apotekernya, dan hanya 5,3 persen apoteker yang memberikan informasi obat kepada pembeli.
Kesenjangan ini memberikan kesan dan citra yang kurang baik bagi profesi apoteker. Masyarakat tentunya merasa sekali kekuranghadiran apoteker dalam setiap melayani langsung kepada pasien. Di mata mereka, sosok apoteker semakin tidak jelas kedudukan spesifiknya. Dan dampak lanjutannya, sedikit banyak masyarakat akan meremehkan peran dan fungsi apoteker di apotek.
Dalam Undang – undang sudah jelas sekali disebutkan bahwa pelayanan obat atas resep dokter dan Pelayanan Informasi Obat merupakan pekerjaan kefarmasian. Namun fakta yang ada di lapangan yaitu Apotik dan Rumah Sakit, seringkali peran farmasis dipertanyakan fungsinya dalam upaya kesehatan pasien. Apoteker seringkali tidak tidak melakukan pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat.

Faktanya di Apotik yang melakukan pelayanan obat atas resep dokter pelayanan informasi obat adalah asisten apoteker atau pegawai apotik yang hanya lulusan smu saja, karena Apoteker tidak datang tiap hari di Apotik melainkan sebulan hanya 1 kali datang ke Apotik dan itu pun hanya beberapa jam.
Umumnya sebagian besar apoteker bukanlah sebagai Pemilik Sarana apotek ( PSA ). Mereka bekerja hanya sebagai penanggung jawab, selebihnya yang berperan aktif adalah PSA. Sehingga bekerja di apotek bukan sebagai pekerjaan pokok tetapi pekerjaan sambilan. Waktu kerja mereka lebih difokuskan dan dicurahkan untuk pekerjaan pokoknya. Maka tak heran bila seorang apoteker bisa bekerja di beberapa tempat atau berwiraswasta. Jam kerja di apotek biasa mereka lakukan setelah waktu kerja pokok mereka selesai
Banyak sekali apoteker yang belum secara utuh menjalankan fungsinya sehingga mengakibatkan masyarakat awam ( pasien ) kurang mengenal profesi Apoteker, bahkan oleh para tenaga kesehatan farmasis/Apoteker masih dipandang sebelah mata. Sementara itu di dalam rumah sakit apoteker masih sedikit atau tidak banyak yang melakukan tugasnya secara utuh kerena kebanyakan rumah sakit masih tenaga apoteker masih sedikit atau di satu rumah sakit hanya ada 1 atau beberapa saja apotekernya dan tidak banyak. Dengan sedikitnya apoteker di rumah sakit, maka apoteker tidak bisa mendampingi pasien dalam penggunaan obat yang baik.



3. TANGGAPAN
Menurut saya bila para farmasis di Indonesia masih tetap mempertahankan sikap dan tingkah lakunya yang sekarang dalam menjalankan keprofesiannya saya yakin, sampai kapanpun keprofesian apoteker akan makin tersisih dalam dunia kesehatan. Apalagi dengan posisi kepala BPOM yang saat ini diduduki oleh dokter, bila para farmasis apoteker masih merasa nyaman dengan keadaan yang sekarang maka apoteker tidak akan memperoleh eksistensinya di dunia kesehatan. Meskipun dalam hal ini peran para birokrat yang duduk di pemerintahan juga merupakan pengaruh utama mengapa sampai kursi kepala BPOM tersebut bisa sampai diduduki oleh dokter.
Untuk PSA (Pemilik Sarana Apotik) sebagai pemilik modal utama diharapkan untuk memberikan kesempatan dan peluang bagi apoteker untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya, khususnya dalam menyampaikan informasi obat kepada masyarakat. Karena keberhasilan strategis bisnis apapun yang dijalankan sangat ditentukan apabila setelah mendapat informasi obat dalam diri pasien tumbuh kepuasan dan keyakinan akan sembuh. Apoteker harus konsisten dengan profesinya dan mampu melakukan kerja yang benar-benar profesional di apotik, tanpa pamrih, bukan seperti apoteker amatiran yang selama ini dilakoni oleh kebanyak teman sejawat kita (seperti apoteker yg kerja rangkap itu) . Apotek Profesi akan selalu kokoh walau diterjang oleh badai apapun termasuk badai Globalisasi. Apoteker harus mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan yang kuat , tidak boleh lemah dan menyerah dengan sedikit saja persaingan yang tidak sehat dalam kancah perperangan bisnis obat.
Dan sebaiknya di sebuah rumah sakit harus ada tenaga apoteker yang lumayan banyak atau minimal tiap poliklinik di rumah sakit memiliki 1 apoteker sehingga apoteker bisa melakukan tugasnya dengan baik dan sesuai perannya di rumah sakit. Apoteker juga harus sering banyak komunikasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain tentang ilmu kesehatan, pengobatan dan lain – lain, karena dengan itu apoteker bisa dikatakan ada dan tidak dipandang sebelah mata oleh tenaga kesehatan lain.

Tips Mengatasi Batuk Berdahak

Batuk adalah suatu proses alami yang penting untuk menjaga agar tenggorokan dan jalan napas senantiasa bersih. Pada batuk produktif atau batuk berdahak seseorang yang menderita mungkin mengalami keluhan seperti rasa tidak nyaman akibat dahak di dalam suluran pernafasan dan sulit bernafas yang seringkali menimbulkan stres.

Kebanyakan orang selalu menganggap batuk adalah penyakit ringan yang bisa sembuh sendiri. Meskipun demikian, bukan tidak mungkin batuk yang berlangsung lama selain sangat mengganggu serta menjengkelkan dan bahkan bisa menular, dapat juga menimbulkan infeksi sekunder pada saluran pernafasan.

Penyebab timbulnya batuk sangat bervariasi diantaranya karena stimulasi infeksi yang meliputi peradangan lapisan mukosa/lendir saluran pernafasan seperti pada penyakit influenza, bronkhitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus, dan merokok yang berlebihan. Akibat stimulasi mekanis yang disebabkan oleh masuknya partikel-pertikel kecil seperti debu, atau karena penekanan/tegangan saluran pernafasan misalnya karena penekanan tumor, penurunan kelenturan jaringan paru yang disebabkan jaringan perut, atau edema paru/adanya cairan dalam paru. Akibat rangsangan kimiawi yang masuk berupa gas yang bersifat iritatis seperti asap rokok atau gas kimia.

Penyebab batuk yang paling umum yaitu infeksi/radang saluran pernafasan oleh karena mikroorganisme virus atau bakteri. Batuk ini biasanya disertai pilek, dan hidung tersumbat. Batuk yang dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya suatu tindakan dapat mengakibatkan komplikasi. Komplikasi batuk ini terdiri dari 3 macam, yaitu serangan tiba-tiba yang dapat menyebabkan sinkop (pingsan/hilang kesadaran sementara), batuk yang sangat kuat atau hebat dapat menyebabkan pecahnya alveoli (rongga-rongga udara) dalam paru, dan patahnya tulang iga. Untuk itu sebelum batuk menjadi lebih berbahaya perlu adanya upaya pencegahan dan upaya untuk mengatasinya.

Berikut ada beberapa tips/cara untuk mencegah dan mengatasi batuk produktif diantaranya :
  1. Minumlah air putih sekurang-kurangnya 8 gelas perhari untuk mengencerkan dahak.
  2. Mandi air hangat akan membantu mengencerkan dahak / lendir sehingga lebih mudah di batukkan.
  3. Hindari komsumsi alkohol atau kafein karena dapat meningkatkan frekuensi buang air kecil sehingga memperbanyak keluarnya cairan tubuh. Cairan tubuh sangat diperlukan untuk menjaga agar dahak / lendir tetap encer.
  4. Berhenti merokok, hindari pemaparan terhadap debu, lingkungan yang terlalu kering atau terlalu dingin.
  5. Jaga agar tubuh tetap hangat dan istirahat yang cukup.
Untuk pengobatan secara tradisional
  1. Minum seduhan satu potong jahe, satu potong kencur dan 5 biji cengkeh diminum sehari sekali selama 3 hari.
  2. Minum seduhan satu potong jahe, 3 lembar daun wungu dan 5 biji cengkeh di minum sehari sekali selama 3 hari.
  3. Minum seduhan satu potong jahe, 3 lembar potongan daun sirih dan 5 biji cengkeh diminum sehari sekali selama 3 hari.
Anda dapat menggunakan salah satu cara tradisional di atas dengan catatan apabila dalalm 3 hari tetap tidak ada perubahan sebaiknya konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pengobatan yang lebih lanjut

Sumber Kalsium Selain Susu

ila ingin memiliki tulang kuat, ada dua nutrisi kunci yang harus dipenuhi, yakni kalsium dan vitamin D. Kalsium diperlukan untuk mendukung struktur tulang dan gigi, sedang vitamin D akan meningkatkan penyerapan kalsium dan pertumbuhan tulang.

Bicara mengenai kalsium, ingatan orang pasti langsung menuju kepada susu. Memang ada alasan mengapa susu identik dengan kalsium. Delapan ons susu rendah lemak mengandung 90 kalori dan memenuhi 30 persen kebutuhan harian kalsium.

Kendati demikian masih banyak sumber kalsium lain yang tak kalah hebat dan mudah ditemui sehari-hari.

1. Ikan sardin
Ikan sardin ternyata kaya akan vitamin D dan kalsium. Biasanya ikan kecil ini dijual dalam bentuk kalengan, tetapi akan lebih baik jika Anda mengonsumsi ikan sardin segar.

2. Telur
Meski telur hanya mengandung enam persen dari total kebutuhan vitamin D harian, tetapi bahan pangan ini mudah didapat. Vitamin D dalam telur terdapat dalam bagian kuningnya.

3. Salmon
Ikan ini lebih terkenal akan kandungan omega-3, tetapi salmon berukuran 3 ons mengandung lebih dari 100 persen kebutuhan vitamin D harian. Rutin mengonsumsi ikan ini bukan hanya menguatkan tulang tapi juga menyehatkan jantung. Ikan lain yang kaya vitamin D adalah tuna.

4. Bayam
Tidak suka minum susu? Bayam bisa menjadi alternatif sumber kalsium Anda. Satu cangkir bayam mengandung 25 persen kebutuhan kalsium, ditambah serat, zat besi, dan vitamin A. Selain bayam, Anda juga bisa mendapatkan kalsium dari sayuran berdaun hijau.

5. Jus jeruk
Segelas jus jeruk segar bisa menjadi sumber kalsium dan vitamin D. Beberapa jus jeruk siap minum juga sudah difortifikasi dengan vitamin lainnya.